Tantangan terbesar pendidikan tanah air hari ini adalah mewujudkan kesetaraan,keseimbangan, kesejajaran, kesamaan, atau dengan bahasa lainnya antara pendidikan perkotaan dan pedesaan. Jauh hari sejak Indonesia Raya merdeka kesamaan derajat pendidikan kota dan desa dicita-citakan. Hanya saja, ketimpangan yang sangat curam mengakibatkan pendidikan berkualitas hanya bisa diakses di perkotaan. Keberadaan pendidikan keagamaan berbasis pesantren dan madrasah menjadi harapan terakhir masyarakat pedesaan-perkampungan dalam mengakses pendidikan. Sampai hari ini, Indonesia Raya akan merayakan hiporia kemerdekaan yang ke 79, tetapi realitas pendidikan di perkotaan jauh lebih unggul dan berkualitas dari pendidikan yang ada di sepanjang jejeran pedesaan-perkampungan penjuru negeri. Artinya, sudah 79 tahun Indonesia Raya merdeka cita-cita dan impian penyetaraan antara kualitas pendidikan perkotaan dan pedesaan belum kunjung dapat diwujudkan.
Realitas kecompang-campingan pendidikan anak-anak merdeka negeri ini tidak saja dirasakan pada tingkat sekolah, tetapi juga sangat dirasakan pada jenjang perguruan tinggi. Hampir semua perguruan tinggi Top negeri ini berada pada kota dan pusat pemerintahan, sehingga, apabila seluruh anak negeri yang tinggal di perkampungan ingin mendapatkan pendidikan berkualitas unggul, maka tidak ada pilihan lain selain mereka harus berimigran ke perkotaan. Dampat dari itu, masyarakat pedesaan harus membanting keringat berlipat-lipat ganda untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang unggul. Mereka harus punya bekal cukup untuk bisa bermigran ke perkotaan, mereka harus punya saku yang cukup untuk menyewa tempat bermimpi, mereka harus punya bekal yang cukup untuk bertahan hidup, makan, minum, hingga buang kotoran. Saku yang kurang acukup kan mengakibatkan mereka pemburu pendidikan berkualitas hidup di pinggiran kota, kali, dan seterusnya.
Artinya, hari ini negeri ini saatnya memberikan perhatian khusus, alternative, dan afirmatif terhadap pendidikan tinggi di pedesaan-perkampungan. Pendidikan tinggi perkotaan lumrah mengkonsumsi tradisi akademik yang unggul. Seminar, konferensi, dan kegiatan akademik bersekala nasional dan internasional menjadi konsumsi setiap detik. Tentu realitas ini sangat berbanding terbalik bagi mereka yang mengenyam pendidikan tinggi di perkampungan, syukur-syukur bisa merasakan budaya akademik setara nasional. Sehingga penyelenggaraan pendidikan di pedesaan jauh lebih sulit dan rumit dari perkotaan. Jadi, sangat tidak elok apabila strandarisasi pendidikan kota disetarakan hari ini dengan standar pendidikan di perkampungan. Oleh karena itu, saat ini merupakan momentum yang sangat tempat untuk memulai menasionalkan dan menginternasionalkan perguruan tinggi yang ada di perkampuangan tanah air.
Institut Agama Islam Qamarul Huda sebagai salah satu perguruan tinggi konsumsi masyarakat perkampungan pun sudah mulai membangun komitmen untuk memberikan kualitas pendidikan tinggi terbaik bagi segenap anak-anak negeri yang hidup diperkampungan. Tidak saja mereka yang menghirup udara perkampungan, tetapi juga bagi mereka yang tidak mampu mengakses pendidikan dewa dan super manja fasilitas pendidikan tinggi perkotaan. Alhamdulillah, dengan segala kasih-sayang Allah SWT, Institut Agama Islam Qamarul Huda mulai menatap berbagai kegiatan, budaya, tradisi akademik di perguruan tinggi perkotaan, seperti budaya akademik Studium Generale on Series, Public Lecture on Series, Academic Purposes on Series, International Seminar on Series, Academic Resilience on Series, Academic Movement on Series, Academic Accelerating on Series, dan Hold of Science Forum. Salah satu tradisi akademik yang belum berhasil diwujudkan di kampus Pascasarjana Bagu adalah International Conference on Islamic Studies.
Pascasarjana Institut Agama Islam Qamarul Huda mencoba pelan-pelan mengikuti International Conference, yang diawali oleh Dr. Murdan, S.H.I., M.H.I., M.H. Direktur Pascasarjana IAIQH. Pada seri Ketiga International Conference on Sharia and Law (ICoSLAW) yang diselenggarakan oleh UIN Sunan Ampel Surabaya pada tanggal 31 Juli-01 Agustus 2024, Dr. Murdan mempresentasikan paper yang bertema "Exploring the Phenomenon of Legal Plurality in Indonesia: Legal Reconvention in Cases of Divorce and Marriage Isbat of the Sasak Community". Kegiatan akadmik ini diikuti secara offline atau tatap muka langsung di UIN Sunan Ampel Surabaya. Tidak berhenti di situ, setelah mendapatkan pengalaman konferensi internasional secara offline, Dr. Murdan ingin merasakan pengalaman mengikuti International Conference secara online. Sehingga, dia mengikuti semua proses dan tahapan kegiatan konferensi internasional yang menyediakan ruang online. Salah satu penyelenggara yang menawarkan konferensi internasional dalam bentuk offline dan online adalah The 2nd International Conference on Islamic Law yang diselenggarakan oleh Institut Agama Islam Negeri Ponorogo berkolaborasi dengan 388HERO (Institut Agama Islam Negeri Kediri dan Universitas Darussalam Gontor). Pada kegiatan konferensi internasional itu, Dr. Mudan mempresentasikan paper dengan tema “A Sosio-Legal Perspektive to Study of Indonesian Legal Pluralism: The Compartmentalization of Law on Divorce Case of Sasaknese Marriage Law”. Dengan kegiatan akademik yang bersekala internasional tersebut diharapkan menjadi komitmen nyata perguruan tinggi kampong dalam meyakinkan masyarakat pedesaan tentang kualitas pendidikan yang unggul, berkualitas, dan bermutu.
Akhirnya, melalui pengalaman 24 karat dalam mengikuti International Conference secara offline dan online ini diharapkan suatu hari mampu digeser ke Pascasarjana Bagu. Sehingga kegiatan akademik yang bersekala nasional dan internasional tidak saja menjadi konsumsi para pendidikan tinggi perkotaan di negeri ini, tetapi juga mampu dinikmati oleh anak-anak negeri yang hidup diperkampungan-pedesaan. Anak-anak bangsa yang menikmati fasilitas dewa pendidikan perkotaan memiliki status dan hak yang sama dengan anak-anak negeri yang menghirup atmosper pendidikan tinggi di pedesaan. Mereka sama-sama memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang unggul, berkulaitas, dan bermutu. Mereka sama-sama anak bangsa yang mendapatkan keistimewaan terlahir sebagai anak Indonesia yang merdeka. Artinya, ketika mereka memiliki status kemerdekaan yang berimbang dan setara, maka mereka juga memiliki hak untuk mendapatkan akses pendidikan yang berimbang dan setara. Apabila suatu hari nanti, Institut Agama Islam Qamarul Huda bisa-berhasil memberikan layanan pendidikan yang unggul, berkualitas, dan bermutu bagi masyarakat Pedesaan seperti terselenggaranya International Conference on Islamic Studies, maka secara otomatis Negara sudah dibantu oleh IAIQH dalam mewujudkan pendidikan yang seimbang-setara di seluruh penjuru negeri.
Team IT Pascasarjana